Padatulisan sebelumnya, di sini, saya sudah menjelaskan bahwa perjalanan spiritual (al-sayr ila Allah: perjalanan menuju Allah) itu ditempuh di dalam hati, melalui satu stasiun (maqamat) ke stasiun lainnya, hingga sampai ke tujuan terakhir, yaitu Allah.Barang kali, anda ingin bertanya, "Bagaimana mungkin di dalam hati, terjadi sebuah perjalanan?".
perjalanan para penempuh menuju allah. Bahkan fenomena rahasia-rahasia allah yang tersingkap, juga merupakan bagian utama dari tema-tema dunia sufi. Dari peristiwa itu pula kita bisa menggali sufisme Rasulullah SaW. ada beberapa pelajaran-pelajaran sentral dalam peristiwa itu yang bisa kita ambil dalam cara pandangan sufisme kita adanya proses Mukasyafah, Muhadlarah dan 1. Musyahadah ketersingkapan Rahasia Ilahi, kehadiran Ilahi dan Penyaksian Ilahi yang dialami oleh Rasulullah SaW. Pendampingan atau bimbingan Mursyid 2. terhadap proses menuju kepada allah Ta’ala. Fungsi Jibril as, di sana sebagai Mursyid. Tujuan utama dari perjalanan tersebut adalah 3. menuju kepada allah SWT. Sedangkan fenomena-fenomena di balik perjalanan itu, adalah anugerah allah. Dan Hak allah untuk membukakan rahasia-rahasia-nya. namun bukan tujuan itu sendiri. Fungsi Mursyid senantiasa membimbing agar 4. murid mencapai Ma’rifatullah atau Insan kamil. Pencapaian menuju kepada allah melalui 5. Buraq, adalah kecepatan cahaya qalbu, yang dilimpahkan allah. adanya kandungan-kandungan syari’at, tarekat 6. dan hakikat. Hanya manusialah yang mampu menghadap 7. allah Ta’ala. Sebab Jibril hanya mampu di langit lapis ketujuh. Demikian antara lain kandungan dari Mi’raj Sufi Rasulullah SaW. namun masih jutaan misteri sufistik di balik itu semua yang tak terhingga. Di antara hal-hal yang bisa kita ambil pelajaran di sana, di saat Rasulullah SaW diperlihatkan Rahasia-rahasia-nya mukasyafah seperti melihat surga, melihat neraka, melihat ummatnya di masa depan, melihat rahasia jagad semesta, maka, Malaikat Jibril selalu mengingatkan bahwa semua itu bukanlah tujuan. namun tujuan Isra’ dan Mi’raj itu adalah menuju kepada allah Ta’ala. karena itu, jika kita terpaku hanya pada fenomena-fenomena sufi saja, kita akan terjebak oleh Ghurur, atau tipudaya yang bisa menjadi hijab antara kita dengan allah swt. Secara panjang lebar Hujjatul Islam menuangkan Ghurur ini dalam kitabnya al-kasyfu wat-Tabyiin fi Ghururil khalq ajma’in. lihat Tipudaya Terhadap kaum Sufi. Mengapa kita angkat tema Ghurur ini? Sebab, perjalanan ruhani sufi, merupakan perjalanan panjang, sebagaimana perjalanan syari’at kita. Banyak sekali “jebakan-jebakan” yang bisa saja membuat kita gagal dalam proses menuju kepada allah Ta’ala, hanya karena kita terpaku pada fenomena tersebut. Ibnu athaillah as-Sakandari pernah mengingatkan, “kerinduanmu untuk membongkar cacat-cacat batinmu itu lebih baik daripada keinginanmu untuk menyingkap hal-hal yang ghaib.” Banyak perilaku penempuh jalan sufi yang terpesona oleh fenomena-fenomena keghaiban, dan akhirnya asyik dan berhenti pada fenomena-fenomena tersebut. Ia tidak lagi meneruskan perjalanannya menuju kepada allah, tetapi terpaku hanya pada fenomena Ilahiah itu. Ia hanya menikmati perburuan rahasia allah dibanding mencari allah itu sendiri. Dalam al-Qur’an ditegaskan, “Wahai manusia, apa yang memperdayaimu sehingga engkau durhaka kepada Tuhanmu yang Maha Pemurah?” ayat ini sangat jelas agar kita tidak terjebak oleh tipudaya di balik prestasi amaliah kita. apalagi jika kita sekadar berpijak dan bergantung pada amal-amal kita, kita akan kehilangan rasa tergantung kepada allah Ta’ala. Ummat Islam sendiri, seringkali terpesona oleh kehebatan-kehebatan seseorang, yang terkadang mengatasnamakan karamah. Padahal memburu karamah merupakan sikap yang terpedaya dalam perjalanan ruhani kita. Banyak orang yang memiliki kehebatan-kehebatan irrasional, tetapi bukan berarti orang tersebut memiliki derajat luhur di hadapan allah. Sebab, iblis atau jin pun juga memiliki kehebatan yang mampu melintasi bumi dalam sekejap. Mukasyafah atau tersingkapnya rahasia Ilahi, misalnya, bukanlah tujuan dari perjalanan itu. namun Mukasyafah seringkali dialami para sufi, sebagai dampak dari ketulusan hati seseorang, dan semata muncul dari allah Ta’ala, bukan ikhtiar hamba-hamba allah. Banyak orang mengaku mendapatkan kekuatan ruhaniah seperti Mukasyafah atau karamah, lantas ia mengklaim bisa bertemu wali a dan wali B, bahkan bisa menjelma dalam dirinya, padahal terkadang apa yang dilakukan adalah dominasi Jin Muslim dalam dirinya, yang ia tidak tahu, apakah itu malaikat atau jin, atau sirrullah. Semoga kita tetap di jalan istiqamah, menuju kepada allah SWT.*** Tobat merupakan awal perjalanan para penempuh dan merupakan kunci kebahagiaan para pengharap hadirat allah. allah Swt. berfirman “Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” al-Baqarah 222. Firman-nya pula “Dan bertobatlah kamu sekalian kepada allah ....“ an-nur 31. Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang bertobat adalah kekasih allah, dan orang yang bertobat dan dosanya seperti orang yang tidak pernah berdosa.” Rasulullah Saw. juga bersabda “kegembiraan allah terhadap tobat seorang hamba-nya yang Mukmin melebihi kegembiraan orang yang singgah di sebuah padang sahara yang tandus dan membahayakan. Ia membawa kendaraan, untuk membawa makanan dan minumannya bekalnya. kemudian dia merebahkan diri dan tidur sejenak. ketika terbangun, ternyata ia tidak mendapatkan kendaraan tunggangannya lantaran terlepas dan melarikan diri. Lalu ia berupaya mencarinya ke berbagai penjuru, hingga merasakan amat lapar dan haus ... atau apa saja yang dikehendaki allah menimpa atas dirinya. kemudian ia berkata, aku akan kembali ke tempat di mana aku tidur tadi, dan akan tidur kembali hingga mati di situ.’ Sesampainya di tempat itu, ia pun meletakkan kepalanya di atas lengannya, lalu tidur untuk mati. Tiba-tiba ia pun terbangun, dan ternyata tunggangannya yang semula hilang itu ada di sisinya lagi, berikut bekal dan minumannya masih ada. allah itu jauh lebih gembira dari orang yang telah mendapatkan kembali tunggangannya dan bekalnya itu.” al-Hadis.

BincangSyariahCom - Kasyaf merupakan salah satu pengalaman spiritual sufi yang amat menakjubkan dalam usaha mereka untuk menempuh perjalanan menuju Allah. Ibnu Arabi misalnya dalam kitab Fushush al-Hikam menceritakan pertemuannya di alam kasyaf dengan nabi Muhammad SAW. Ibnu Arabi meminta pertimbangan Nabi terkait kitab yang ditulisnya ini apakah layak disebarkan atau tidak.

JAKARTA - Nama sufi ini adalah Abu Sulaiman al-Darani. Lengkapnya, Abdurrahman bin Ahmad bin Athiyyah. Seperti tampak pada gelarnya, ia berasal dari perkampungan Daara, yang terletak di selatan Damaskus, Suriah. Dalam kitab Fadhilah Hajj karya Syekh Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi, diceritakan sebuah peristiwa yang dialami sang salik. Kala itu, Abu Sulaiman al-Darani dalam perjalanan menuju Tanah Suci. Niatnya adalah untuk melaksanakan haji sekaligus berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Dalam perjalanannya itu, ia tidak membawa bekal memadai. Belum sampai ke tujuan, dirinya bertemu dengan seorang pemuda Irak. Kebetulan, pemuda tersebut berjalan dengan tujuan yang sama. Akan tetapi, Syekh Abu Sulaiman memperhatikan, pemuda itu selalu sibuk membaca Alquran tatkala kafilah berjalan. Apabila kafilah singgah di suatu tempat, remaja Irak ini selalu menyempatkan diri untuk shalat. Siang hari, si pemuda berpuasa, sedangkan pada malamnya sibuk shalat. "Ia menempuh seluruh perjalanan dengan keadaan seperti itu hingga kami sampai ke Makkah Mukarramah," kata Syekh Abu Sulaiman, seperti dikutip buku Fadhilah Hajj. Sesampainya di Makkah, pemuda itu berpamitan kepada sang syekh. Sebelum berpisah, salik tersebut bertanya kepadanya. "Wahai anakku, apakah yang mendorongmu untuk melakukan mujahadah seperti yang telah aku saksikan sepanjang perjalanan tadi?" Pemuda itu menjawab. "Wahai Syekh, aku telah melihat sebuah istana surga di dalam mimpi." Melihat Abu Sulaiman terdiam, si remaja meneruskan deskripsinya tentang mimpinya itu. "Bangunan istana itu terbuat dari batu bata emas dan perak sampai atas. Kamar-kamarnya juga terbuat dari emas dan perak Yang membuatku takjub, ada seorang bidadari di dalamnya. Wanita itu tersenyum dan memberikan arahan bagaimana aku bisa mendapat istana dengan segala isinya itu," tuturnya. Syekh Abu Sulaiman tetap menyimak kata-katanya. "Salah seorang dari bidadari-bidadari itu melihatku sambil tersenyum, sehingga giginya kelihatan dan surga menjadi terang benderang oleh cahaya giginya itu. Katanya, 'Wahai pemuda, ber-mujahadah-lah untuk Allah supaya engkau menjadi milikku dan aku menjadi milikmu," ucap dia. Maka usai bermimpi itu, pemuda tersebut menguatkan tekadnya untuk selalu berusaha sungguh-sungguh dalam ibadah dan ketakwaan. Mendengar kisah pemuda itu, Syekh Abu Sulaiman kemudian berkata, "Wahai pemuda, bagaimana beratnya mendapatkan cinta dari Sang pemilik bidadari itu, yakni Allah SWT. Aku berkata kepada diriku jika hanya untuk mendapatkan bidadari saja mujahadahnya seperti yang kau lakukan itu berat, maka mujahadah seperti apa yang harus kukerjakan untuk mendapatkan Pemilik surga?" BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini Kesuksesandalam memperoleh apa yang dicari dan dicintai itulah yang disebut "nihayah" ( النهاية ), dan awal dari kesuksesan itu yang disebut "bidayah ( البداية) ". Dalam hal bidayah seorang salik harus punya komitmen untuk "ruju' ila Allah. Artinya ilmu yang ia miliki dan segala persoalan yang menimpa dirinya
Tingkatma'rifat pada umumnya banyak dikejar oleh para sufi diwujudkan melalui amalan - amalan dan metode - metode tertentu yang disebut tariqhat, atau jalan dalam rangka menemukan pengenalan Allah. Lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh ma'rifat yang berlaku di kalangan sufi sering disebut sebagai sebuah kerangka irfani.
KISAHABDUL AZIZ AD-DABAGH DIDATANGI MALAIKAT Ada seorang sufi dari kalangan tokoh tasawuf yang bernama Abdul Aziz Ad-dabagh. Beliau dalam kalangan tokoh tasawuf termasuk ulama kelas atas, wali min
JadiTuhan dalam pandangan sufi tidak menyembunyikan diri-Nya, akan tetapi manusia yang menyembunyikan diri dari Tuhan. "Perjalanan menuju Allah" adalah berpindah dari akan non syar'i kepada akal syar'i - dari hati yang sakit dan keras (membantu) kepada hati yang sehat, dari ruh yang lari dari gerbang (pintu) Allah kepada ruh yang
Ketikadia pamit maka Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: "Jika dia berpegang teguh pada sesuatu yang diperintahkan kepadanya niscaya dia masuk surga'. Dan dalam suatu riwayat Ibnu Abu Syaibah, Jika dia berpegang teguh dengannya. (HR Muslim 15) Kaum non muslim atau manusia yang tidak bersyahada t , pastilah akan masuk neraka. Jalansufi saja tanpa penalaran tidak akan menyampaikan kita kepada Allah. Empat perjalanan yang ia maksud adalah: 1. Perjalanan dari makhluk menuju Al-Haq 2. Dari Al-haq kepada Al-haq 3. Al-haq menuju Al-khalq dengan Al-Haq 4. Dari Al-Khalq menuju Al-Haq bil Haq. Bukti kesufian ditunjukkan sejauhmana kita berhikmat kepada sesama manusia. kisahwali dan sufi Kitab and Book Review Kitab dan Book Review Majlis Haul Makam makam. manaqib Perubatan Islam ramadhan Rumi sadaqah Sayyidah Nafisah Selawat SeniBudaya Sheikh Abdul Qadir al-Jailani Sheikh Tokku Ibrahim Mohamad Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Syeikh Abdullah Al-Qumairi Syeikh Ahmad Al Fatani .
  • bhi4ojmrck.pages.dev/161
  • bhi4ojmrck.pages.dev/138
  • bhi4ojmrck.pages.dev/314
  • bhi4ojmrck.pages.dev/75
  • bhi4ojmrck.pages.dev/139
  • bhi4ojmrck.pages.dev/79
  • bhi4ojmrck.pages.dev/145
  • bhi4ojmrck.pages.dev/270
  • perjalanan sufi menuju allah